Senin, 24 Agustus 2020

Dalam lamunan - Part 3

Dari balik kaca dirumahnya, matanya tertuju kejalan tempat orang berlalu lalang, tak banyak, karena tempat tinggalnya dipedesaan yang asri dan masih banyak tumbuhan hijau, menenangkan sekali rasanya hingga membawa pikirannya pada apa yang baru saja terjadi.

 

 Photo by-pngtree

Ia melihat pasangan yang sedang bercengkrama, sang wanita memijat laki-lakinya. Ya, mereka adalah kedua orang tuanya. Terlihat romantis sekali, “damai rasanya melihat ini” benaknya berkata, lalu ia tersenyum. Kemudian ia bertanya pada ibunya “Apakah ayah sakit setelah kecelakaan kecil barusan?”, ibunya menjawab “tidak, ini karna asam urat”. Ia lalu terdiam, senyum yang tadi diwajahnya menjadi datar, pikirannya melayang ke sisi yang berbeda, “orang tuaku semakin menua”, ya, itu yang dipikirkannya sekarang.

Kembali ia tersadar pada pandangannya ke jalan tempat orang lain berlalu lalang, ada yang tua, muda, remaja, dewasa, sendiri, berpasangan. “TUA, ya orang tuaku semakin menua”, air matanya menetes.

Ia sedih sekaligus senang, senang karena ia sangat bersyukur bahwa ia masih mempunyai keluarga utuh hingga saat ini, sedih karena “Mereka menua, aku masih sering merepotkan mereka, aku masih belum bisa diandalkan“ begitu dalam benaknya. Semakin menjadi rasa sedihnya ketika membayangkan mereka mulai merasakan sakit karena pertambahan umur, semakin dalam rasa ketakutan. Lalu tanpa sadar semakin ia meneteskan air mata.

Setelah beberapa menit berlalu hatinya merasa lega, ia bangun dari lamunan, berhenti menatap jalanan. Ia mulai membuka lembaran-lembaran , mempelajari tulisan dan persoalan dihadapannya, ia bertekad jikapun sekarang masih harus menjadi beban bagi orang tuanya, tapi kelak ia akan menjadi andalan untuk mereka, maka dari itu apapun yang bisa ia lakukan saat ini sekiranya menjadi usaha untuk masa depannya akan ia lakukan sebisa dan sebaik mungkin. 

Pesan yang paling ia ingat dari ibunya “Jika badan telah dibiasakan bergerak dan bekerja maka saat bermalasan justru terasa tidak enak”, dan inilah yang menjadi kunci dalam genggamannya agar ketika rasa malas datang, ia ijinkan untuk menjadi tamu sebentar sebagai tempat beristirahat, namun kemudian ia pulang sebagaimana semestinya seorang tamu.

Sabtu, 22 Agustus 2020

Dalam lamunan : Part 2

Ketika berbaring, matanya tertuju kearah gorden jendela yang melambai seolah ada angin nyaman yang membawa pikirannya ikut melayang, melayang ke dirinya sebelumnya, dia yang berkali-kali meyakinkan diri untuk sementara tidak peduli, namun berkali-kali pula ia kembali, kembali dengan seenaknya berpendapat “sepertinya dia begini”, “kami tampak sama” dan ilusi-ilusi lain yang dibuatnya sendiri. 

 

 Photo by-cachaca08.tumblr.com

 

Segalanya mulai berjalan, terus berjalan, ilusinya semakin jelas, jelas seperti nyata, benar-benar nyata dan jelas apa yang ada dipikirannya, indah sekali hingga ia lupa sesuatu yang memang belum saatnya akan berujung sama seperti sebelumnya, dan… benar saja, kebiasaan yang setiap hari ada tiba tiba berkurang, kepercayaan memudar, apa yang diilusikan semakin nyata buramnya dan ia kembali menemui pintu terbuka yang memaksanya masuk lalu menjerumuskannya pada jurang yang begitu dalam, ya, dia terjatuh.

Untuk keadaan saat ini, yang telah terjadi berulang-ulang ia merasa menjadi yang paling bodoh, beberapa waktu sakit karena terjatuh, namun kembali benteng dalam dirinya ia kokohkan dengan bantuan orang-orang disekitarnya, ia yakini semakin terjatuh semakin ia berusaha naik 100 x lebih tinggi dari sebelumnya, meski kadang benteng ini sedikit bergeser karna angin kencang yang tiba tiba datang, tapi ia terus menjaganya agar tidak roboh dengan segala keyakinan.

Ya, keyakinan yang ia tumbuhkan dengan membentangkan kain, duduk tenang lalu mengirimkan irama ke atas langit, merayu, memuji, meminta agar terus diyakinkan, agar tidak lagi menciptakan ilusi dalam dirinya dan dijadikan sebaik-baik makhluk bumi. Dan ia berkata dalam dirinya “begini lebih tenang, ketenangan yang aku butuhkan”.