Ternyata. Dewasa ini, mendengar keluhan orang tua bukan lagi hal yang bisa dianggap omelan membosankan, apalagi sebagai anak pertama, rasa-rasanya curahan hati dan keluhan orang tua adalah sebuah tanggung jawab, lagi-lagi kadangkala seperti hari hari sebelumnya, malam ini seorang ibu yang menanggung beban meluapkannya. Entah harus seperti apa respon yang aku berikan, rasanya begitu berat dan menyakitkan, rasanya sedih, marah, kecewa, merasa bersalah. Aku kecewa karna ia kurang kuat untuk menghadapi semua ini, ya aku terlalu egois untuk memintanya lebih kuat sedang aku sendiri mengetahui bagaimana rasa lega saat semua beban yang dirasa bisa diungkapkan. Aku marah pada diri sendiri karena memiliki banyak keraguan untuk bisa berbuat apa-apa. Aku terlalu lemah, terlalu takut, terlalu bergantung. Aku tidak ingin dikeadaan seperti ini, aku tidak ingin memilih jalan ini, entah kenapa kadang memikirkannya membuatku marah pada diriku sendiri yang begitu lemah karena tidak berani mengambil langkah pasti.
Sebenarnya sebagai anak pertama, rasanya menyenangkan ketika kecil menjadi satu-satunya dan selalu memiliki hal-hal atau barang-barang baru. Hingga diumur kurang lebih 5 tahun adikku yang kedua lahir kedunia, aku merasa senang karena rumah semakin ramai, kemudian saat umur adikku yang kedua kurang lebih 6 tahun, lahir lagi adikku yang ketiga dan saat ini aku sudah mulai remaja menuju dewasa sampai pada akhirnya ku sadari menjadi dewasa tidaklah mudah, terutama saat ini umurku yang sudah diatas 20 tahun atau bisa dibilang masa masa “Quarter life crisis”.
Quarter Life Crisis atau krisis usia seperempat abad merupakan istilah psikologi yang merujuk pada keadaan emosional yang umumnya dialami oleh orang-orang berusia 20 hingga 30 tahun seperti kekhawatiran, keraguan terhadap kemampuan diri, dan kebingungan menentukan arah hidup. Krisis ini dipicu oleh tekanan yang dihadapi baik dari diri sendiri maupun lingkungan, belum memiliki tujuan hidup yang jelas sesuai dengan nilai yang diyakini, serta banyak pilihan dan kemungkinan sehingga bingung untuk memilih (wikipedia).
Ternyata sebagai anak pertama ada beban tersendiri yang harus dibendung, digenggam dan ditahan tentang apakah bisa aku menjadi contoh yang baik untuk kedua saudaraku, apakah bisa aku menjadi lebih berguna bagi orang tuaku, apakah nanti aku akan sulit mendapatkan pekerjaan, apakah bisa menjadi seperti yang orang tua harapkan, apakah bisa menyenangkan orang tua dimasa tua mereka serta ikut berperan dalam tumbuh kembang adik-adikku.
Kadangkala dengan beban ini aku merasa lelah, ada banyak sisi yang harus diperhatikan, dipertimbangkan dan dimengerti. Kadangkala aku mampu, namun kadangkala rasanya begitu menyesakkan. Namun, meski mendengar keluhan orang tua rasanya seperti menambah beban, tetapi darinya ada semangat lebih dan menjadi sebuah tamparan untuk menyadarkan sudah berapa banyak waktu yang terbuang sia-sia yang dihabiskan dalam zona nyaman, menyadarkan agar segera bergerak untuk apapun hal yang bisa dilakukan saat ini demi memperjuangkan masa depan.
Selain itu, dibalik ini semua, ada banyak hal lain yang sangat aku syukuri sebagai hamba Tuhan. Ini jauh lebih baik dari mereka yang mungkin harus menjadi tulang punggung keluarga diusia masih sangat muda, ini jauh lebih baik dari mereka yang sudah tidak mempunyai orang tua atau orang tua yang sudah berpisah. Aku tidak pernah tau beban seperti apa yang mereka rasakan. Namun aku yakin setiap orang punya beban nya masing-masing.
Sebagai penutup aku ingin mengatakan bahwa :
"Semakin sering kita mendengarkan semakin kita akan mengerti apa yang mereka rasakan
Semakin sering kita merasakan, semakin kita semangat atas apa yang sedang diperjuangkan
Semakin semangat berjuang, kita akan semakin sayang dengan waktu yang terbuang"
Apakah kalian merasakan hal yang sama sebagai anak pertama, atau kalian memiliki perspektif, cerita dan pengalaman yang lain?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar